Selasa, 23 Agustus 2011

alat tangkap kepiting ranjungan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki potensi sumber daya ikan yang diperkirakan sebanyak 6,26 juta ton/tahun yang dapat dikelola secara lestari, selain memiliki potensi sumber daya ikan yang besar Indonesia juga memiliki alat tangkap yang cukup besar pula yang tesebar diseluruh wilayah kepulauan Indonesia, Salah satu daerah yang memilki alat tangkap yang sering beroperasi adalah kabupaten Maros, pada tahun 2008 alat tangkap yang beroperasi di kabupaten Maros mencapai 1458 unit, dan produksi hasil perikanan yang dihasilkan oleh kabupaten Maros pada tahun 2008 mencapai 14.010,3 ton/tahun. (Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maros, 2008).
Pada usaha penangkapan ikan, alat tangkap dan alat bantu yang digunakan tidak dapat dioperasikan dengan baik tanpa adanya bantuan tenaga kerja (ABK/sawi). Umumnya setiap usaha membutuhkan tenaga kerja dengan produktivitas kerja yang tinggi, termasuk nelayan dalam usahanya menangkap dan mengumpulkan ikan. Semakin tinggi produktivitas seorang nelayan, maka akan membuka peluang bagi nelayan tersebut untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar. Oleh karena itu, pihak atau instansi terkait harus mampu memberikan motivasi pada nelayan agar produktivitas yang tinggi dapat dicapai.  Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja nelayan adalah pendidikan, umur, tanggungan keluarga, masa kerja, ukuran bubu dan jarak daerah penangkapan ikan.
            Tingkat produktivitas kerja selalu diperhadapkan dengan berbagai tuntunan nelayan yang menginginkan perbaikan pendapatan tanpa dibarengi dengan nilai kesungguhan yang nantinya mempengaruhi produktivitas. Selanjutnya ada kecenderungan bahwa nelayan yang berpendidikan tinggi dan berpengalaman kerja serta masa kerja yang lebih lama menuntut pendapatan yang tinggi pula.
Hal ini mengindikasikan bahwa kepentingan nelayan tidak sepenuhnya seimbang dengan kepentingan usaha itu sendiri. Menurut hasil penelitian Suhaida (2003) bahwa produktivitas kerja nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari sangat bervariasi tergantung pada pengalaman dan keterampilan kerja serta jaminan sosial tenga kerja. Dengan demikian, seorang (pemilik kapal) harus mampu menyeleksi tenaga yang tepat agar menghasilkan nelayan yang produktif yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas usaha secara keseluruhan dan senantiasa berorientasi pada sasaran usaha.
            Usaha penangkapan ikan merupakan bentuk usaha yng tersebar di wilayah perairan Indonesia yang didominasi oleh tipe perikanan rakyat dengan menggunakan alat tangkap tradisional maupun semi tradisional. Salah satu usaha perikanan rakyat adalah dengan menggunakan bubu lipat.
            Bubu lipat merupakan jenis alat tangkap yang digunakan untuk penangkapan rajungan dan ikan yang hidupnya pada daerah yang berpasir, berlumpur atau berkarang. Penggunan bubu lipat di Sulawesi Selatan baru  dikenal masyarakat, khususnya Kabupaten Maros yang merupakan salah satu daerah penghasil rajungan. Nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Maros sebagian beralih ke alat tangkap bubu lipat, dikarenakan alat tangkap bubu lipat merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Ikan, rajungan  yang tertangkap masih dalam keadaan hidup sehingga nilai jualnya relatif  tinggi. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kerja nelayan terhadap alat tangkap bubu lipat.
                                                                                                           
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
·         Mengetahui tingkat produktivitas kerja nelayan di wilayah Pesisir   Panaikang Kabupaten Maros Sulawesi Selatan
·         Mengetahui pengaruh faktor-fakor penentu yang berpengaruh terhadap produktivitas nelayan yang mencakup pendidikan, umur dan tanggungan keluarga. Di wilayah Perairan Panaikang Kabupaten Maros.
·         Mengetahui teknik pengoperasian alat tangkap bubu lipat yang dioperasikan oleh nelayan di perairan Panaikang Kabuparen Maros.
Adapun kegunaan dari penelitian adalah sebagai bahan informasi dalam meningkatkan produktivitas nelayan dan input perbaikan dalam menangani faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja nelayan serta informasi bagi peneliti selanjutnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Alat Tangkap Bubu Lipat
Bubu adalah alat tradisional, biasanya dioperasikan menjadi satu rangkaian dari beberapa unit bubu, atau satu unit bubu (single trap). Daerah penangkapan adalah sekitar pantai yang berkarang, berlumpur atau berpasir.
 Bubu adalah alat tangkap yang cara pengoperasiannya bersifat pasif yaitu dengan cara menarik perhatian ikan agar masuk kedalamnya. Prinsip penangkapan ikan menggunakan bubu adalah membuat ikan dapat masuk dan tidak dapat keluar dari bubu. Pengertian bubu adalah salah satu alat tangkap yang bersifat pasif, dioperasikan baik pada permukaan maupun pada dasar perairan selama jangka waktu tertentu. Mempunyai satu atau dua pintu masuk dan pada bagian dalamnya kadang diberi umpan. Biasanya terbuat dari anyaman bambu, rotan atau kawat. Bentuknya juga bermacam-macam, seperti; bentuk silinder, segitiga, segiempat, setengah lingkaran dan sebagainya. Rumajar (1997),
            Permasalahan yang sering dihadapi terutama bubu yang berukuran besar adalah banyaknya tempat yang  dibutuhkan di kapal, apalagi bila dalam jumlah yang banyak. Bubu lipat adalah salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut sebab bubu ini lebih praktis, ringan sebab dindingnya terbuat dari bahan nilon.
            Sanusi (1997), mengemukakan bahwa bubu lipat dibuat dari kerangka besi  (kawat seng)  tahan karat, kerangka tersebut ditutup/disulam dengan jaring PA  sehingga jarak antara jaring maupun dengan kerangka besi rapat dan kuat, mulut jaring bubu lipat ada 2 terletak disisi kiri dan kanan. Bentuk bubu lipat mengkerucut kedalam dan berfungsi sebagai jalan masuk rajungan, kepiting ataupun kerang (keong) dan lobser. Rangka bubu lipat dibuat tidak permanen dan dapat mudah untuk dibuka dan ditutup, sehingga memudahkan nelayan memasang umpan pada pengait umpan dan menebarnya kelaut yang merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Monintja dan Martasuganda (1991) mengemukakan bahwa bubu lipat merupakan alat tangkap tradisional yang memiliki banyak keistimewaan, antara lain :
(1) pembuatan bubu mudah dan murah;
(2) mudah dalam pengoperasiannya;
(3) hasil tangkapan diperoleh dalam keadaan segar;
(4) tidak merusak sumberdaya, baik secara ekologi maupun teknik;
(5) biasanya dioperasikan di tempat-tempat dimana alat tangkap lain tidak dapat
     dioperasikan.
 Secara garis besar bubu lipat terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan bubu berupa rongga, tempat dimana ikan-ikan terkurung.  Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu dimana ikan dapat masuk tapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan.
Jaring bubu umumnya digunakan untuk menangkap rajungan, tapi dalam perkembangannya jaring bubu juga digunakan untuk menangkap keong, dan lobster dengan cara: pengait pintu dibuka, disana terdapat besi tempat umpan, pasang ikan (yang berbau menyengat) tusukkan pada besi umpan sebanyak 2 sampai 4 ikan (proporsional), selanjutnya pintu ditutup, selanjutnya masukkan alat tangkap bubu ke laut.  Selanjutnya dikatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap pada bubu, disebabkan oleh sebagai berikut:
1.         Tertarik oleh bau umpan
2.         Dipakai untuk tempat berlindung
3.         Sebagai tempat istirahat sewaktu ikan bermigrasi
4.         karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri
 Alat tangkap bubu lipat yang digunakan oleh para nelayan umumnya dalam satu perahu  (perahu nelayan tradisional) menggunakan 100 sampai 300 bubu, jaring bubu untuk menangkap rajungan, lobster, udang, kerang dan sebagainya.
Konstruksi Bubu secara umum, terdiri dari:
1.   Badan atau Tubuh Bubu
Menurut Martasuganda (2008) badan atau tubuh bubu umumnya terbuat dari anyaman bambu yang berbentuk empat persegi panjang dengan panjang 70-80 cm, lebar 50-60 cm, dan tinggi 60-70 cm, pintu masuk berdiameter 25-30 cm, pada bagian badan atau tubuh bubu dilengkapi dengan pemberat dari batu bata (bisa juga pemberat lain) yang berfungsi untuk menenggelamkan bubu kedasar perairan yang terletak pada keempat sudut bubu. Badan jaring memakai jaring nilon/polyamid (PA) dengan mesh size 2,0 inchi.
1)       Pintu Masuk
      Pintu masuk berfungsi sebagai tempat untuk masuknya rajungan dan hasil tangkapan lain, yang terletak pada bagian depan bubu.
2)         Lubang Tempat mengeluarkan hasil Tangkapan
Lubang tempat mengeluarkan hasil tangkapan terletak pada sisi bagian bawah bubu, lubang ini berdiameter 35 cm, posisinya tepat dibelakang mulut bubu. Lubang ini dilengkapi dengan penutup Sudirman dan Mallawa (2004). 
3)      Kantung Umpan
Kantung Umpan berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan umpan, terletak pada bagian tengah bubu.
           Penggunaan alat tangkap bubu dalam penangkapan ikan karang atau ikan demersal dibandingkan dengan penggunaan alat tangkap lainnya cukup selektif, (Rumajar 2002). Disamping itu juga penggunaan alat tangkap ini secara baik dan benar, sangat mendukung Code of Conduct for Responsible Fishing, yaitu pengembangan perikanan tradisional dengan penggunaan alat tangkap yang selektif dan memperkecil hasil tangkapan non target (Monintja dan Badrudin, 1996).
               Pengertian Produktivitas
Secara etimologi pengertian produktivitas berasal dari kata produktif, menurut  Organization for Economic and development (OECD) dalam salipah  (2001) pada dasarnya produktivitas adalah output dibagi dengan elemen produksi yang dimanfaatkan.
Winardi (1992) dalam kamus ekonomi definisi produktivitas adalah jumlah hasil oleh seorang atau unit faktor produksi lain dalam jangka waktu tertentu. Dengan perkataan lain bahwa produktivitas adalah jumlah yang dihasilkan oleh pekerja dalam jangka waktu atau periode tertentu artinya bahwa untuk mencapai sesuai dengan keinginan terlebih dahulu perlu adanya upaya berupa pengorbanan, tanpa masukan tak akan diperoleh pengeluaran (output) yaitu secara teknis pengertian produktivitas merupakan rasio antara pengeluaran dan pemasukan yang dipakai.
Simanjuntak  (1995), memberikan pengertian produktivitas yang mengandung arti filosofis dan definisi kerja. Secara filosofis, produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang mempunyai pandangan hidup yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan.  Mutu kehidupan ini harus lebih baik daripada yang kemarin dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja, sedangkan untuk definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan keluaran sumberdaya yang menggunakan persatuan waktu.
                     Sementara itu Mali Paul (2007) mengemukakan bahwa produktivitas kerja adalah bagaimana meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu, produktivitas sering diartikan sebagai ratio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu.
          Manulang (1999), mengemukakan bahwa produktivitas kerja adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan “mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari yang kemarin dan hari esok lebih baik dar hari ini”.
                    Payaman dan Simanjuntak (1995) menyatakan bahwa pada dasarnya orang berproduktivitas rendah karena tiga kemungkinan yaitu:
1.      Kemungkinan disebabkan karena kurangnya keterampilan, biasanya orang kurang terampil dalam pekerjaan karena pendidikan yang rendah.
2.      Kemungkinan kurangnya sarana penunjang ini berbentuk kurangnya   alat
3.      Kemungkinan rendahnya tingkat upah.
Lim  (1999)  mendefinisikan produktivitas tenaga kerja adalah nilai tambah dibagi jumlah tenaga kerja atau jumlah jam kerja. dalam dekade 1990-1995, produktivitas tenaga kerja yang paling tinggi terdapat dikorea (9,16%) diikuti oleh singapura (5,85%) dan Filipina (5,70%). Indonesia berada pada urutan kesepuluh (3,10%) diantara 16 negara yang dianalisis.
Produktivitas dapat diukur dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Silalahi (1994) yaitu jumlah keluaran (produksi) dibagi dengan jumlah tenaga kerja pada satuan waktu tertentu. Rumus tersebut dapat membantu seorang pemimpin melihat apakah dalam pencapain suatu target tenaga kerja dibutuhkan banyak atau tidak. Makin sedikit tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu pada waktu, makin tinggilah produktivitas tenaga kerja tersebut.
     Faktor- faktor yang Mempengruhi Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja

            Sumber daya manusia memegang peranan utama dalam proses peningkatan produktivitas karena alat produksi dan teknologi pada hakekatnya merupakan hasil karya manusia. Permasalahan sekarang adalah bagaimana mendapatkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan prima dengan motivasi yang tinggi untuk mencapai sasaran usaha sesuai dengan bisnis yang dijalankan (Tohardi, 2002).
Jika seseorang atau sekolompok pekerja merasa tidak puas, maka langkah awal yang harus dilakukan oleh pemimpin adalah menentukan faktor-faktor penyebab ketidakpuasan tersebut. Penyebab ketidakpuasan ini antara lain karena adanya pengawasan yang lemah, lingkungan kerja yang tidak kondusif, kurangnya keamanan kerja dan masih banyak faktor lain. Apabila sumber-sumber ketidakpuasan tenaga kerja segera diatasi, maka hal ini akan mempengaruhi produktivitas kerja para pekerja (Wexley dan Yulk, 1998).
            Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kerja, baik langsung maupun tidak langsung sangat banyak jumlahnya. Simanjuntak (1995) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja dapat digolongkan kedalam 2 kategori, yaitu:
1.Faktor Intern
     Faktor intern yaitu faktor yang berasal dari diri nelayan seperti  pendidikan, umur, tanggungan dan masa kerja.
·     Pendidikan
Salah satu upaya untuk meningkakan keterampilan dalam hal produktivitas adalah melalui pendidikan.  Peranan pendidikan adalah memberikan bimbingan, pengajaran dan latihan. Dalam hubungannya dengan peningkatan produktivitas kerja dapat dilihat bahwa dengan pendidikan yang diperoleh jelas menunjukkan perbedaan metode kerja yang dilakukan jika dibandingkan dengan orang-orang yang tidak berpendidikan. Orang yang memiliki pendidikan dapat bekerja secara efektif dan efisien.
Max Muller dalam Bahrudin (1997), menyatakan bahwa pendidikan adalah proses yang terorganisasikan untuk membantu agar seseorang mencapai bentuk dirinya yang sebenar-benarnya sebagai manusia. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha yang dijalankan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi atau memperkenalkan jalan kepada manusia untuk bertindak dan bersikap dalam kehidupannya.
·        Umur
Perbandingan umur nelayan dalam lingkugan kerja akan menunjukkan adanya perbedaan kemampuan dan sikap dalam melakukan pekerjaan. Kinerja nelayan yang berusia muda tentu  akan berbeda dengan kinerja nelayan yang berusia tua. Perbedaan tersebut terletak pada kondisi fisik, sikap kerja dan potensi yang dimiliki oleh nelayan tersebut. Nelayan yang berumur lanjut cenderung lebih sering mengalami gangguan fisik dalam melaksanakan pekerjaannya.
Ananta dan Cipta Herianto dalam Anwar (1990), menyatakan bahwa umur antara 20-50 tahun digolongkan produktif. Selanjutnya umur 50 tahun keatas digolongkan umur yang tidak produktif.
·        Tanggungan Keluarga
Suatu motif kerja timbul berdasarkan terpenuhinya kebutuhan hidup. Manusia berbeda satu sama lain dalam hal kepentigan pribadi, kebutuhan, keinginan dan cita-cita sebagai akibat perbedan usia, pendidikan, agama, suku dan pandangan hidup.
Kebutuhan orang perorang akan berbeda satu dengan yang lain.  Pada umumnya nelayan yang mempunyai tanggungan banyak (keluarga besar) akan termotivasi untuk bekerja lebih giat guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun sebaiknya, bisa saja nelayan tersebut akan terbebani dengan kebutuhan keluarga yang besar sehingga dapat mengganggu pikiran atau konsentrasi kerjanya. Oleh karena itu, produktivitas nelayan juga dapat dipengaruhi oleh jumlah tanggungannya.
·        Masa kerja
Masa kerja yang dimaksud adalah rentang waktu atau lamanya seseorang bekerja. Aplikasi seseorang selain dari hasil pendidikan yang telah diperoleh juga berdasarkan pengalaman-pengalaman selama masa kerja. Seseorang cenderung mengubah sikap pada situasi yang dhadapi dalam perjalanan hidupnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa seseorang akan mengubah sikapnya dalam bertindak tergantung dari pengalaman yang diperoleh dari masa lalu. Seseorang akan bekerja dengan cara dan metode tertentu berdasarakan apa yang pernah dialami dan dilihatnya.  Dengan masa kerja yang cukup panjang, maka dapat diharapkan nelayan yang lama mempunyai kemampuan yng lebih besar daripada nelayan yang baru.
2.         Faktor Ekstern
Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar nelayan, misalnya ukuran alat tangkap dan jarak daerah penangkapan ikan.
·      Jumlah Alat Tangkap Bubu Lipat
Alat tangkap bubu lipat adalah alat tangkap yang pasif, ramah lingkungan, dioperasikan di daerah berpasir, berlumpur dan berkarang.  Alat tangkap bubu lipat dapat menangkap hasil tangkapan dalam keadaan hidup sehingga bernilai ekonomis tinggi. Jumlah alat tangkap yang digunakan oleh nelayan bubu lipat berkisar antara 100 – 300 bubu, tergantung dari kesanggungapan ekonomi para nelayan tersebut.

·        Jarak Daerah Penangkapan Ikan
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) adalah suatu daerah dimana terdapat sejumlah ikan yang secara ekonomi menguntungkan untuk dilakukan operasi penangkapan sesuai dengan jenis alat tangkap yang dibawa pada saat itu atau suatu daerah dimana terdapat sejumlah ikan yang dapat dieksploitasi, tidak membahayakan bagi alat yang dipergunakan, bukan daerah alur pelayaran yang ramai dan secara ekonomis unuk kepentingan bersama (Salman, 2005).  Lebih lanjut  Saleng (2003), menyatakan bahwa penentuan lokasi pengoperasan bubu lipat berdasarkan kebiasan dan pengalaman nelayan. Semakin jauh daerah penangkapan yang dituju,  maka semakin besar jumlah rajungan dan ikan yang tertangkap.
Menurut Sedarmayanti (2001) terdapat 7 faktor yang menentukan produktivitas tenaga  kerja, yaiu:
1.           Sikap kerja, merupakan kesediaan untuk bekerja secara bergiliran, dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim.
2.           Tingkat pendidikan yang ditentukan oleh pendidikan dan latihan.
3.           Hubungan antara tenaga kerja dengan pemimpin yang tercermin dalam usaha bersama yang harmonis.
4.            Manajemen produktivitas yaitu manajemen yang efisisen mengenai sumber daya dan sistem untuk mencapai peningkatan produktivitas.
5.           Efisien tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas.
6.            Kewiraswastaan yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha dan berada pada jalur yang benar.
7.                Penghasilan dapat mendorong orang untuk bekerja lebih giat. Hal ini dapat dicapai apabila penghasilan cukup layak bagi pekerja yang bersangkutan.
                Daerah Penangkapan Rajungan
Daerah terdapatnya rajungan adalah hal yag terpenting yang perlu diketahui oleh nelayan. Pengetahuan tentang daerah penangkapan rajungan akan berguna untuk mengefisienkan dan mengeftifkan usaha penangkapan.
Hal terpenting dalam menentukan daerah penangkapan adalah diketahuinya keberadaan ikan, rajungan atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Keberadaan ikan, rajungan atau udang disuatu perairan dapat dideteksi dengan menggunakan alat pendeteksi ikan (Fish Finder), tetapi nelayan di Perairan Maros tidak menggunakan alat tersebut melainkan berdasarkan pengalaman para nelayan tersebut (Martasuganda 2008).
Nelayan yang beroperasi di sekitar pesisir Panaikang tersebut umumnya mengoperasikan alat tangkap bubu lipat, dikarenakan alat tangkap bubu lipat merupakan alat  tangkap yang pasif, ramah lingkungan tidak merusak sumberdaya, baik secara ekologi maupun teknik, biasanya dioperasikan di tempat-tempat yang alat tangkap lain tidak bisa dioperasikan. Bubu adalah alat tangkap yang sangat efektif untuk menangkap organisme yang bergerak lambat di dasar perairan, baik laut maupun danau, (Rumajar 2002)
            Pengertian Tenaga Kerja

Menurut Kamaluddin (1998) yang dimaksud sebagai tenaga kerja pada dasarnya adalah pendududuk pada usia kerja (15 tahun keatas) atau berumur 15 sampai 54 tahun dan dapat dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk yang secara potensial dapat bekerja.
Tenaga kerja meliputi sebagian penduduk yang termasuk golongan tingkat usia 10 tahun sampai 64 tahun (Djojohadikusumo 1998). Dengan kata lain tenaga kerja adalah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang-barang dan jasa, jika ada permintaan terhadap tenaga kerja dan jika mereka mau beraktivitas dan berprestasi.
Winardi (1990) mengemukakan bahwa tenaga kerja merupakan elemen dari penduduk yang membantu mempertahankan kelangsungan suatu ekonomi dengan jalan menyediakan suatu kombinasi daripada energi fisik dan intelegensia kepada proses produksi.
Selanjutnya menurut Cahyono (1999) dalam Silaen (2004) mengatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat vital, tanpa tenaga kerja proses aktivitas tidak dapat terlaksana dengan baik.
Pengertian tenaga kerja menurut Undang-undang nomor 14 Tahun 1969, bahwa tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.  Jadi pengertian tenaga kerja yang hubungan kerja dengan faktor produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaganya  sendiri, baik tenaga fisik maupun tenaga pikiran (Manulang, 1990). Pengertian ini dikemukakan oleh Gilarso (1992) yang menyatakan bahwa pelaksana utama dalam seluruh kegiatan produksi adalah manusia dengan segala keterampilan dan keahlian yang merupakan faktor produksi utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar